Kamis, 18 Desember 2008

Islam dan Ilmu Pengetahuan

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sebagai agama yang sempurna, ajaran agama Islam mencakup seluruh aspek kehidupan manusia dan dengan berpegang pada ajaran Islam, seluruh aktivitas umat muslim akan bernilai ibadah. Sesungguhnya ajaran yang dibawa oleh Islam bersifat universal, sehingga seluruh aspek kehidupan manusia ini tak satupun yang luput dari jangkauan hukum dan tatanannya.
Sebagaimana kita ketahui bahwa ilmu pengetahuan bersumber kepada Al-Qur’an, juga dijelaskan bahwa dalam banyak ayat Al-Qur’an, Allah telah memerintahkan manusia untuk berpikir, meneliti, dan belajar. Hal ini lebih jauh mengokohkan Al-Qur’an sebagai sumber petunjuk bagi ilmu pengetahuan.
Ilmu merupakan kata yang berasal dari bahasa Arab, masdar dari alima – ya’lamu yang berarti tahu atau mengetahui. Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu di bidang (pengetahuan) itu.
Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-Qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia, di samping Hadits-hadits Nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Di dalam Al-Qur’an kata ilmu dan kata-kata jadiannya digunakan lebih dari 780 kali, ini bermakna bahwa ajaran Islam sebagaimana tercermin dari Al-Qur’an sangat kental dengan nuansa-nuansa yang berkaitan dengan ilmu, sehingga dapat menjadi ciri penting dari agama Islam. Salah satu ciri yang membedakan Islam dengan yang lainnya adalah penekanannya terhadap masalah ilmu, Al-Qur’an, dan As-Sunah mengajak kaum muslim untuk mencari dan mendapatkan ilmu dan kearifan, serta menempatkan orang-orang yang berpengetahuan pada derajat tinggi.
B. Rumusan Masalah
Dalam penulisan makalah ini masalah yang dirumuskan dan akan dibahas adalah mengenai Islam dan ilmu pengetahuan.

C. Tujuan Penulisan
Sesuai dengan rumusan masalah di atas, maka tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan lebih memahami tentang Islam dan ilmu pengetahuan.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Kedudukan Akal dan Wahyu dalam Islam
1. Akal
Akal adalah perimbangan antara intelek (budi) dan intuisi (hati) manusia antara pikiran dan emosi manusia. Intelek adalah alat untuk memperoleh pengetahuan untuk alam nyata. Dalam membentuk pengetahuan intelek terikat oleh yang konkrit. Pengajaran melalui intelek hanya mungkin mengubah seseorang sedikit demi sedikit. Intelek manusia harus dilatih dan dikembangkan sehingga memiliki ketajaman yang tinggi. Intuisi adalah alat untuk alam tak nyata, dalam membentuk pengetahuan ia dapat melakukan lompatan dari tidak tahu tiba-tiba menjadi tahu. Pendidikan melalui intuisi dapat mengubah seseorang dengan cepat. Intuisi harus dihidupkan dengan pengayaan batin, baik dari sisi keyakinan, kebudayaan, dan lain-lain.
Intelek dan intuisi saling berinteraksi dan mempengaruhi dengan pola yang berbeda-beda, itulah yang menentukan corak akal manusia dan menghasilkan karya yang bernilai intelek melalui intuisi. Akal seperti ini mampu menghasilkan pengetahuan yang lebih untuh dan menyeluruh.

2. Wahyu
Wahyu adalah tuntutan yang diberikan Allah Sang Pencipta kepada para hamba-Nya dan ciptaan-Nya dalam menjalankan fungsi kehidupannya di alam semesta ini.
Wahyu selain merupakan bimbingan fungsional biologis, wahyu juga merupakan bimbingan ajaran kepada manusia pilihan Allah Swt. Cara penyampaian ada yang langsung maupun tidak langsung. Wahyu mencegah pemikiran seseorang dari pengaruh hawa nafsu dan kecenderungan dominasi akal rasional.

”Tiada ia berbicara menurut kemauan nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanya yang diwajibkan kepadanya” (An Najm : 3–4).

B. Karakteristik dan Klasifikasi Ilmu dalam Islam
1. Sumber dan Metode Ilmu
Kehidupan agama Islam di panggung sejarah peradaban manusia memiliki arti tersendiri, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan. Ilmu dalam Islam berdasarkan paham kesatupaduan yang merupakan inti wahyu Allah Swt. Tujuan dari semua ilmu dikembangkan berdasarkan Islam ialah untuk menunjukkan kesatupaduan dan saling berhubungan dari segala yang ada. Turunnya wahyu Allah Swt kepada Nabi Muhammad Saw, membawa semangat baru bagi dunia ilmu pengetahuan, memecahkan kebekuan zaman. Lahirnya Islam membawa manusia kepada sumber-sumber pengetahuan lain dengan tujuan baru, yakni lahirnya tradisi intel-induktif.
Al-Qur’an menganggap ”anfas” (ego) dan ”afak” (dunia) sebagai sumber pengetahuan. Allah menumpahkan tanda-tanda-Nya dalam pengalaman batin dan juga pengalaman lahir. Ilmu dalam Islam memiliki kapasitas yang sangat luas, pengalaman batin merupakan pengembangan manusia terhadap seluruh potensi jiwa dan inteleknya. Jiwa kebudayaan Islam yang diarahkan kepada yang konkrit dan terbatas serta yang telah melahirkan metode observasi dan eksperimen bukanlah sebuah hasil kompromi dengan pikiran Yunani.

2. Keterbatasan Ilmu
Manusia diberi anugerah oleh Allah dengan alat-alat kognitif yang alami terpasang pada dirinya. Dengan alat ini manusia mengadakan observasi, eksperimentasi, dan rasionalisasi.

”Dan Allah mengeluarkan kamu dari perut ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatupun, dan dia memberi kamu pendengaran, penglihatan dan hati, agar kamu bersyukur” (An Nahl : 78)
Keterbatasan ilmu manusia tidak menghilangkan makna ayat-ayat Allah di alam semesta yang diciptakan agar manusia dapat mengenal eksistensinya. Makna ayat-ayat Allah tetap relevan mengantarkan manusia kepada Tauhid dari dahulu hingga sekarang, dari zaman batu hingga zaman komputer.

3. Ilmu-ilmu Semu
Banyak orang yang mempelajari ilmu pengetahuan tetapi dirinya bersikap sekuler. Tak terkesan sedikitpun kecenderungan kepada Islam. Ilmu-ilmu seperti inilah yang disebut sebagai ilmu yang semu karena tidak membawa manusia kepada tujuan hakiki.
Pertama, sikap apriori dari para pencari ilmu dengan tidak meyakini bahwa ajaran Islam benar-benar dari Allah Swt, dan berguna bagi kehidupan manusia di dunia ini.
Kedua, terbelenggunya akal pikiran karena peniruan yang membabi buta terhadap karya-karya pendahulu (nenek moyang) mereka.
Ketiga, mengikuti persangkaan yang tidak memiliki landasan ilmiah yang kokoh, hanya bersifat spekulatif belaka.

4. Klasifikasi Ilmu
Beberapa tipe klasifikasi telah dihasilkan dengan berbagai aspek peninjauan dan penghayatan terhadap ilmu-ilmu yang berkemban, diantaranya klasifikasi oleh Al-Kindi (801 – 873 M), Al-Farabi (870 – 950 M), Al-Ghazali (1058 – 1111 M), dan Ibn Khaldun (wafat 1406 M).
Pada dasarnya ilmu itu dibagi atas dua bagian besar, yakni ilmu-ilmu Tanziliyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia terkait dengan nilai-nilai yang diturunkan Allah Swt baik dalam kitab-Nya maupun Hadits-hadits Rasulullah Saw, dan ilmu-ilmu Kauniyah yaitu ilmu-ilmu yang dikembangkan akal manusia karena interaksinya dengan alam. Bersumber pada Al-Qur’an dan Hadits, ilmu-ilmu Tanziliyah telah berkembang sedemikian rupa ke dalam cabang-cabang yang sangat banyak, diantaranya Ulumul Qur’an, Ulumul Hadits, Ushul Fiqh, Tarikhulanbiya, Sirah Nabawiyah, dan lain-lain. Masing-masing ilmu tersebut melahirkan ilmu-ilmu, seperti dalam Ulumul Qur’an ada ilmu Qiroat, ilmu Asbabun Nuzul, ilmu Tajwid, dan lain-lainnya.
Bersumber pada ayat-ayat Allah Swt, di alam raya ini akal manusia melahirkan banyak sekali cabang-cabang ilmu. Ilmu-ilmu yang terkait dengan benda-benda mati melahirkan ilmu kealaman, terkait dengan pribadi manusia melahirkan ilmu-ilmu kemanusiaan (humaniora), dan terkait dengan interaksi antar manusia lahir ilmu-ilmu sosial. Ilmu-ilmu kealaman melahirkan ilmu astronomi, fisika, kimia, biologi, dan lainnya. Ilmu-ilmu humaniora melahirkan psikologi, bahasa, dan lainnya.
Antara ilmu Tanziliyah dan Kauniyah tidak bisa dipisahkan karena keduanya saling melengkapi bagi kehidupan manusia. Ilmu Tanziliyah berfungsi menuntun jalan kehidupan manusia, sedangkan ilmu Kauniyah menjadi sarana manusia dalam memakmurkan alam ini. Kadangkala ayat- ayat Al-Qur’an atau teks-teks Hadits memberikan rangsangan bagi manusia untuk lebih menekuni lagi ilmu-ilmu Kauniyah. Sebaliknya, ilmu-ilmu Kauniyah dapat memperkuat bukti-bukti keagungan dan kebesaran ayat-ayat Allah.

C. Kewajiban Menuntut Ilmu
1. Penghargaan terhadap Ilmu
Agama Islam bersumber dari wahyu Allah Swt, sedangkan ilmu pengetahuan bersumber dari pikiran manusia yang disusun berdasarkan hasil penyelidikan alam, yang bertujuan mencari kebenaran ilmiah. IPTEK dalam Islam dipandang sebagai kebutuhan manusia dalam rangka mencapai kesejahteraan hidup di dunia dan memberi kemudahan pada peningkatan Ubudiyah kepada Allah.
IPTEK dalam Islam juga sebagai bagian dari pelaksanaan kewajiban manusia sebagai makhluk Allah yang berakal. Penghargaan Islam terhadap ilmu pengetahuan sangat tinggi sekali karena hal ini merupakan cerminan penghargaan bagi manusia itu sendiri. Penghargaan ini dapat dilihat dari beberapa aspek, diantaranya :
a. Turunnya wahyu pertama kepada Rasulullah Saw (Al Alaq : 1 – 5)
b. Banyaknya ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia untuk menggunakan akal, pikiran, dan pemahaman (Al Baqarah : 44).
c. Allah Swt memandang rendah orang-orang yang tidak mau menggunakan potensi akalnya sehingga mereka disederajatkan dengan binatang, bahkan lebih rendah lagi (Al Akraaf : 179).
d. Allah memandang lebih tinggi derajat orang-orang yang berilmu (Az Zumar : 9 dan Al Mujadilah : 11).
e. Allah akan meminta pertanggungjawaban orang-orang yang melakukan sesuatu tidak berdasarkan ilmu (Al Israa : 36).
f. Pemahaman terhadap ajaran agama harus berdasarkan ilmu (Ali Imran : 18).
g. Dalam menentukan orang-orang pilihan yang menjadi Khalifah di muka bumi ini Allah melihat sisi keilmuannya (Al Baqarah : 247).
h. Allah menganjurkan kepada seorang yang beriman untuk sentiasa berdo'a bagi pertambahan kekuasaan ilmunya (Thaha : 114).
2. Perintah Menuntut Ilmu
Menuntut ilmu adalah bagian yan sangat penting dari pengamalan ajaran Islam yang menunjukkan seseorang pada jalan kehidupan yang memberikan keyakinan. Ilmu yang diperlukan bagi pembangunan masyarakat yang pemanfaatannya dapat meningkatkan kemampuan produksi dalam berbagai sektor kehidupan, sehingga Islam mewajibkan untuk menuntut ilmu, baik secara pribadi maupun kelompok.

”Dan kami tidak mengutus sebelum kamu, kecuali orang-orang lelaki yang kami beri wahyu kepada mereka; Maka bertanyalah kepada orang yang mempunyai pengetahuan jika kamu tidak mengetahui” (An Nahl : 43).
Selain ayat di atas, diterangkan pula pada surat At Taubah ayat 122.

3. Model Kewajiban Menuntut Ilmu
Ada ilmu-ilmu yang harus dikuasai oleh seseorang pribadi terkait dengan status dirinya, sebagai seorang muslim dengan kondisi-kondisi yang menyertainya. Seseorang yang telah mencapai usia baligh, maka wajib bagi dirinya untuk mengetahui pokok-pokok ajaran agamanya. Kewajiban-kewajiban lainnya datang menurut kondisinya. Kewajiban menuntut ilmu yang terkait dengan kepentingan tiap individu muslim disebut fardhu 'ain.
Yusuf Qardhawi menyebutkan empat macam ilmu yang termasuk dalam fardhu 'ain :
a. Ilmu mengenai Aqidah Yaqiniyah yang benar, selamat dari syirik dan khufarat.
b. Ilmu yang membuat ibadah seseorang terhadap Tuhannya berjalan dengan benar sesuai dengan ketentuan yang disyariatkan.
c. Ilmu yang dengannya jiwa dibersihkan, hati disucikan, segala keutamaan dikenal untuk kemudian diamalkan.
d. Ilmu yang bisa mendisiplikan tingkah laku dalam hubungan seseorang dengan dirinya atau dengan keluarganya atau dengan khalayak banyak.
Ilmu-ilmu yang keberadaannya terkait dengan kepentingan masyarakat muslim dan umum termasuk fardhu kifayah. Ilmu-ilmu yang termasuk fardhu kifayah diantaranya ilmu-ilmu yang terkait dengan pendalaman pemahaman syariat seperti Tafsir, ilmu Mustalah Hadits, ilmu Ushul Fiqh, dan sebagainya. Juga ilmu-ilmu yang terkait dengan kebutuhan hidup di dunia seperti ilmu kedokteran, ilmu teknik, ilmu pertanian, dan sebagainya.

D. Studi Kasus Islam dalam Konteks Bidang Studi
1. Ilmu Kealaman
Arahan-arahan Al-Qur’an terhadap ilmu-ilmu kealaman terdapat dalam banyak tempat, mencakup beberapa bidang yang sangat penting dalam kehidupan manusia, diantaranya :
a. Penciptaan alam semesta (Ali Imran : 190)
b. Fisika inti : Hakikat Zarah (elemen terdasar) (Yunus : 61)
c. Astronomi (Luqman : 29)
d. Asal usul kehidupan (An Anbiya : 30)
e. Geologi (An Naazi'aat : 30 – 31)
2. Ilmu Kemanusiaan, diantaranya :
a. Psikologi (Al Mudatsir : 38)
b. Bahasa (Ar Ruum : 22)
c. Sastra (Asy Syu’raa : 224 – 227)
3. Ilmu Sosial
Ilmu yang terkait dengan ilmu sosial diantaranya :
a. Politik (Ali Imran : 26)
b. Ekonomi (At Tatfik : 1 – 3)
c. Hukum (Al An'aam : 57)
d. Pendidikan (Al Alaq : 1 – 5)

BAB III
SIMPULAN

Ilmu menempati kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam, hal ini terlihat dari banyaknya ayat Al-qur’an yang memandang orang berilmu dalam posisi yang tinggi dan mulia, disamping Hadist-hadist Nabi yang banyak memberi dorongan bagi umatnya untuk terus menuntut ilmu. Dalam melangsungkan kehidupan, seorang muslim (muslimah) diharuskan menutut ilmu sebagaimana yang dijelaskan dalam Hadist bahwa : ”Hendaklah menuntut ilmu sejak dalam buaian sampai ke liang lahat”.
Jadi Islam dan pengetahuan sangat berhubungan dalam menyeimbangkan kehidupan serta penting. Untuk itu, semua yang mencakup ilmu pengetahuan dan Islam agar terdapat kesesuaian dalam menjalankan segala aspek yang ada di dalamnya.

DAFTAR PUSTAKA

Darajat, Zakiah. (1997). Islam Untuk Disiplin Ilmu Pendidikan. Jakarta : Departemen Agama RI.

Mahmud, Yunus. (1996). Sejarah Pendidikan Islam di Indonesia. Jakarta : Hidakarya Agung.

Suryana, Toto, dkk. (1997). Pendidikan Agama Islam untuk Perguruan Tinggi. Bandung : Tiga Mutiara.

Syahidin, dkk. (2002). Pelaksanaan Pendidikan Agama Islam di Perguruan Tinggi. Jakarta.

0 komentar: